Kota Sawahlunto merupakan salah satu kota yang banyak memiliki nilai sejarah di Sumatera Barat. Kota ini berjarak 95 km ke arah timur dari kota Padang.
Kota Sawahlunto merupakan kota tambang,kota ini mulai didirikan sejak ditemukannya cadangan batu bara di Sawahlunto pada pertengahan abad ke-19 oleh Ir. de Greve, yang kemudian sejak 1 Desember 1888 pemerintah Hindia-Belanda mulai melakukan investasi, yaitu ketika uang sebesar 5.5 juta gulden ditanamkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membangun berbagai fasilitas pengusahaan tambang batubara, dalam memenuhi kebutuhan industri dan transportasi masa itu. Dan kemudian peristiwa ini diabadikan sebagai Hari Jadi Kota Sawahlunto.
Kota ini mulai memproduksi batu bara sejak tahun 1892[3], dan seiring dengan itu kota ini mulai menjadi kawasan pemukiman pekerja tambang, dan pemukiman ini terus berkembang menjadi sebuah kota kecil dengan penduduk yang intinya adalah pegawai dan pekerja tambang.
Selanjutnya pemerintah Hindia-Belanda juga membangun jalur kereta api dengan biaya 17 juta gulden untuk memudahkan pengangkutan batu bara keluar dari kota Sawahlunto menuju kota Padang. Sebelumnya pada tahun 1888, jalur kereta api beroperasi hanya sampai ke Muara Kalaban dan kemudian baru mencapai kota Sawahlunto pada tahun 1894.
Sebelumnya kota ini juga merupakan kamp tahanan, dimana sampai tahun 1898 usaha tambang ini masih mengandalkan pekerja paksa yaitu narapidana yang dipaksa bekerja untuk menambang dan dibayar dengan harga murah. Dan pada tahun 1908 untuk upah buruh paksa adalah sebesar 18 sen/hari dan jika membangkang dapat dikenakan sangsi hukum cambuk, upah buruh kontrak sebesar 32 sen/hari dan mendapatkan fasilitas tempat tinggal serta jaminan kesehatan. Sedangkan untuk buruh bebas upahnya sebesar 62 sen/hari tanpa mendapat fasilitas apapun.
Pada tahun 1918 kota Sawahlunto telah dikategorikan sebagai Gemeentelijk Ressort atau Gemeente dengan luas wilayah 778 Ha, atas keberhasilan kegiatan pertambangannya. Adanya angkutan kereta api telah mendorong produksi pertambangan batu bara memberikan hasil yang positif, dimana pada tahun 1920 produksi batu bara dari hanya puluhan ribu ton menjadi ratusan ribu ton per tahun, dari usaha yang rugi menjadi usaha dengan laba besar sampai 4,6 juta gulden dalam setahun. Sehingga sampai pada tahun 1930, kota ini telah berpenduduk sebanyak 43.576 jiwa, diantaranya 564 jiwa adalah orang Belanda (Eropa).
Setelah kemerdekaan Indonesia, selanjutnya hak penambangan dikelola oleh negara dan diberikan kepada PT Tambang Batubara Ombilin (TBO), namun kemudian perusahaan ini dilikuidasi menjadi anak perusahan dari PT. Bukit Asam yang terdapat di Sumatera Selatan. Dan seiring dengan reformasi pemerintahan dan bergulir otonomi daerah, masyarakat setempat pun menuntut untuk dapat melakukan penambangan sendiri.
Itulah sekelumit sejarah tentang Kota Tambang batu bara ini
Kota sawalunto ini memiliki objek wisata antara lain;
Danau Kandi
Museun Kereta Api
Gedung Ransum
0 komentar:
Posting Komentar